PERAN ULAMA DALAM MENGEDUKASI LITERASI KLASIK SEBAGAI LANDASAN SOSIAL-KEAGAMAAN DI PESISIR UTARA ACEH
Abstract
Beberapa kajian terkait gerakan dan peran ulama telah dipublikasikan secara luas. Quraish Shihab yang menjelaskan bahwa ada empat peran ulama sebagai pewaris nabi, yaitu: Menyampaikan ajaran-ajasran sesuai dengan perintah Allah (tabligh), Menjelaskan ajaran-ajaran Allah berdasarkan Al-quran (tabayyun), memutuskan perkara (tahkim) dan memberikan contoh pengalaman (uswah). Hasbi Amruddin menulis tentang model gerakan ulama yang telah berperan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Aceh. Kehadiran ulama di Nusantara tidak terpisahkan dengan gerakan dan dianmika literasi di sana. Selain sebagai juru dakwah yang mengembangkan Islam ke Nusantara mereka juga dikenal sebagai pendidik serta sebagai penasehat para raja khususnya menetapkan kebijakan sesuai agama Islam. Bukan hanya itu, karya-karya ulama Aceh dijadikan sebagai bahan rujukan dalam mengedukasi literasi di Nusantara. Gerakan ulama di Aceh mempunyai relevansi dalam mempromosikan literasi dalam sosial-keagamaan, baik pendekatan konseptual maupun historis.
Kata Kunci: Ulama, Literasi, Sosial-Keagamaan, dan Aceh
Full Text:
PDFReferences
Lisa M. Given. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods (United States of America: Sage, 2008), h. 32.
Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
QS. Thaha; 25-28.
Julian Baldick, Islam Tasawuf (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002)
Nicola A. Ziadeh, Tariqat Sanusiyyah: Penggerak Pembaharuan Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001
Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis (Bandung: Mizan, 2003)
Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf (Bandung: Mizan, 2005)
Y. Sumardiyo Hadi, Sosiologi Tari: Sebuah Pengenalan Awal, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2005).
Titus, Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1984).
Mohd. Harun, Memahami Orang Aceh (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2009)
Iskandar Ibarahim, Syari`at Islam Yang Solutif (Banda Aceh: Dinas Syari`at Islam, 2008), h. 79.
Nabi Muhammad yang menjadi rahmatan lil `alamin. Karena itu, penulis memahami bahwa salah satu maksud dari kebangkitan Nabi Muhammad adalah menjabarkan rahmat Islam secara operasional dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan, termasuk pengembangan potensi budaya yang dimiki oleh berbagai sukubangsa di muka bumi. Nilai-nilai Ulamaharus dilihat dari sisi kemampuannya mendorong pengembangan seluruh potensi yang dimiliki manusia ke arah yang lebih baik, baik potensi yang berada di dalam atau luar manusia itu sendiri. Karakter yang terdapat dalam nilai-nilai Ulamatersebut telah menjadikan Islam sesuai dengan kehidupan manusia sepanjang masa.
Abdurrahmat Fathoni, Antropologi Sosial Budaya Suatu Pengantar (Jakarata: Rineka Cipta, 2006).
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi Contoh-Contoh Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007).
Aboebakar Atjeh, Pengentar Ilmu Tarekat Uraian Tentang Tasawuf (Jakarta: H.M. Tawi & Son, 1966).
Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa (Yogyakarta: Ghra Pustaka, 2007).
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Prenada Media Group, 2006).
Abu Wafa`, Tasawuf Islam Telaah Historis dan Perkembangannya (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008).
Abu Wafa`, Tasawuf Islam Telaah Historis dan Perkembangannya (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008).
Refbacks
- There are currently no refbacks.