EKSISTENSI KEBUDAYAAN ISLAM ACEH TERHADAP KEUTUHAN BUDAYA INDONESIA

Fauzi Ismail

Abstract


Pengembangan kebudayaan Aceh yang Islami adalah dapat menjadi dasar pijakan yang kuat serta memberi inspirasi yang mendalam terhadap upaya penataan dan pewarisan budaya Aceh yang bersumber pada ajaran Islam. Upaya ini penting dilakukan sebagai bagian dari usaha pelestarian dan pengembangan budaya Aceh sebagai wujud dari budaya bangsa. Dengan demikian pelaksanaan dan pengembangan kebudayaan di Aceh tidak terpisahkan dari kultur dan nilai religiusitas keislaman, artinya sistem kebudayaan yang akan dikembangkan di Aceh harus didasari pada nilai-nilai budaya dan bersumber dari ajaran Islam. yang merupakan wujud nyata dari realisasi keistimewaan Aceh dan otonomi khusus. Berkaitan langkah-langkah riil dalam upaya memecahkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia saat ini, dimana persatuan dan kesatuan bangsa tengah diuji eksistensinya. Apakah persatuan dan kesatuan tersebut akan terus bertahan atau hanya akan tinggal dalam konsep dan slogan, mengingat berbagai indikator yang memperlihatkan  adanya tanda-tanda perpecahan di tengah  kehidupan bangsa Indonesia saat ini, seperti kemelut politik, SARA yang terjadi saat ini akan mempengaruhi terhadap keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa banyak hal yang dapat dijadikan sebagai dasar, di antaranya adalah etika, moral, budaya dan kaidah agama. Kesemuanya ini dinilai dapat menjadi perekat pesrsatuan dan kesatuan bangsa. antara, etika, moral dan budaya hakikatnya satu, yaitu sebagai produk daya cipta, rasa dan karya manusia, ketiganya dapat dikatakan sebagai kebudayaan yang di dalamnya terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Budaya tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai kerangka acuan (blue print) seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian kebudayaan yang akan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut. Etika, moral, budaya dan kaidah agama memiliki banyak peran dalam membimbing masyarakat menuju terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin, termasuk dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Kata Kunci: Eksistensi, Kebudayaan Aceh, dan Keutuhan Budaya Indonesia

Full Text:

PDF

References


Bakker SJ, “Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar”, Kanisius, Yogyakarta 1984 : 1786 dan penjelasan secara antropologis dapat dilihat Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru Jakarta, 1986.

James Coleman, Social Problem, Second Edition, Harper & Publisher. Inc, New York, 1984.

Alfian Ibrahim, 1977, Cendekiawan dan Ulama dalam Masyarakat Aceh, Sebuah Pengantar Permulaan dalam Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Jakarta, LP3ES 1977 : 2004.

Semua kata-kata tersebut mempunyai arti: adat adalah kebiasaan yang hidup pada masyarakat, Hukom adalah hukum Allah dan Rasul-Nya, Qanun adalah undang-Undang atau hukum tertulis, Reusam adalah aturan-aturan yang bersifat khusus, adat adalah urusan Sultan, hukum atau syara’ berada pada ulama, qanun disusun oleh ratu atau permaisuri, reusam dibuat laksamana. Ungkapan tersebut mengandung pengertian bahwa pranata-pranata kenegaraan berada pada kebijakan pemerintah (sultan) sementara hukum Islam dalam arti bentuk-bentuk ajaran agama dan perundangannya merupakan wewenang ulama sepenuhnya, antara hukum dengan adat bagaikan zat dengan sifat yang tidak terpisahkan.

Uka Tjandrasasmita, “Proses Kedatangan Islam dan Munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Aceh”. Sinar Darussalam, NO.112 dan 113, Banda Aceh, 1980 : 5 dan Risalah Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara, Aceh Timur, 25-30 September 1980.

Zakaria Ahmad, “Sekitar Kerajaan Aceh dalam Tahun 1520-1673”, Monara, Medan tt : 20 dan lihat juga Teuku Iskandar, Bustanu’s-Salatin, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementrian Perairan Malaysia, 1966.

Teuku Iskandar, “Hikayat Aceh”, Trj. Aboebakar Atjeh, Depdikbud, Museum Aceh, 1986.

Ali Akbar, “Peranan Kerajaan Islam Samudera Pasai Sebagai Pusat Pengembangan Islam di Nusantara”, Pemda Tk. II Aceh Utara, 1982: 3. Lihat Juga, M. Gade Ismail, “Pasai dalam Perjalanan Sejarah abad ke 13 sampai awal abad ke 16”, Depdikbud RI, Jakarta, 1997.

Yang mengandung arti “ adat dan hukum (Islam) tidak dipisahkan bagaikan zat dengan sifatnya, Muhammad Husein, Adat Atjeh Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, 1970 : 2-3 dan lihat juga Rusdi Sufi, dkk, Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2002.

Seperti upacara perkawinan, kanduri laot (kenduri laut), kanduri blang (upacara turun ke sawah) serta berbagai jenis upacara peusijuk lainnya.

Hasyem dalam Ismuha (ed), “Bunga Rampai Temu Budaya Nusantara”, PKA 3 Syiah Kuala University Press, Banda Aceh, 1988.

Denys Lombard, “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1936)”, Balai Pustaka Jakarta, 1991.

A. Hamid Sarong, “Budaya Adat Istiadat dan Sistem Hukum di Aceh”, Makalah Seminar Hari Pers Nasional di Museum Aceh pada Tanggal 2 Mei 2004 : 2-4, lihat juga dalam Nasruddin Sulaiman dkk, Aceh adat istiadat dan Budaya, PDIA, Banda Aceh, 1992.

A. Rani Usman, “Sejarah Peradaban Aceh”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2003.

Syamsuddin, T, “Adat Istiadat Provinsi Daerah Istimewa Aceh “, Depdikbud Jakarta, 1998.

Ahmad, Mustafa dalam Ismuha, “Bunga Rampai Temu Budaya Nusantara”, PKA-3 Syiah Kuala University, Banda Aceh, 1988.

Denys Lombard, “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1936), Balai Pustaka Jakarta, 1991.

Denys Lombard, “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1936), Balai Pustaka Jakarta, 1991.

Meninggal atau hilangnya anak ada kuburannya hilangnya adat dan kebudayaan kemana harus dicari


Refbacks

  • There are currently no refbacks.