Keputusan Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang Tentang Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian Menurut Hukum Positif Malaysia Dan Hukum Islam

Hasanuddin Yusuf Adan, Mohamad Firdaus Bin Tokimin

Abstract


Abstrak: Menurut Enakmen (Undang-undang) Keluarga Islam Pahang  bahwa, di dalam pasal (seksyen) 70 (1) dan (2): Tunggakan nafkah yang tidak berpanjar, boleh dituntut sebagai suatu utang daripada pihak yang melanggar janji dan, jika tunggakan itu terkumpul harus dibayar sebelum suatu perintah penerimaan dibuat terhadap pihak yang melanggar janji, tunggakan itu boleh dibuktikan dalam kebangkrutannya pailit dan, jika tunggakan itu terkumpul harus dibayar sebelum dia meninggal dunia, tunggakan itu hendaklah menjadi suatu utang yang harus dibayar dari pusakanya. Dan  tunggakan nafkah yang terkumpul harus dibayar sebelum orang yang berhak meninggal dunia dan boleh dituntut sebagai utang oleh warisnya. Oleh karena itu, nafkah tertunggak merupakan nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau belum diberikan oleh suami kepada isterinya. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang tentang tunggakan nafkah pasca perceraian menurut Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Negeri Pahang dan bagaimana pemberian tunggakan nafkah isteri pasca perceraian menurut perspektif fikih Islam. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kajian lapangan dan kajian kepustakaan (library research). Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang mengambil inisiatif terhadap tunggakan nafkah isteri pasca perceraian dengan memerintahkan setiap suami harus bertanggung jawab tentang hal tersebut supaya membayar nafkah kepada seseorang yang lain jika dia tidak mampu, baik sepenuhnya atau sebagiannya. Selain itu, Mahkamah dapat menentukan nafkah tersebut dengan memerintahkan suami untuk membayar nafkah tersebut daripada jaminan dari semua harta benda miliknya. Mayoritas, ulama sepakat bahwa tunggakan nafkah isteri otomatis menjadi utang suami jika ia menolak memberikannya pada isteri, dan utang nafkah itu tidak bias selesai kecuali dilunasi atau direlakan oleh isteri seperti layaknya utang-utang pada umumnya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa suami tidak akan terlepas dari kewajiban memberikan nafkah kepada isteri baik dalam perkawinan maupun sesudah perceraian.

Abstract: According to the enactment (law) of the Pahang Islamic family that, in sections (section) 70 (1) and (2): Arrears of a non-long living, may be prosecuted as a debt from the party violating the pledge and, if the arrears are accumulated should be Paid before an acceptance order is made against the party in violation of the pledge, the arrears can be proved in his resurrection of bankruptcy and, if the arrears are accumulated must be paid before he dies, the arrears should be A debt to be paid from its inheritance. And the arrears of the accumulated living shall be paid before the right person dies and may be prosecuted as debt by his heirs. Therefore, the outstanding living is living during the marriage that has not been given by the husband to his wife. The research question in this thesis is how the decree of Sharia Court of low Kuantan Pahang about the arrears of post-divorce living according to the enactment of the Pahang state Islamic Family law and how the provision of arrears for the wives After a divorce in Islamic jurisprudence. In this research, the authors use the method of field studies and literature studies (library research). Syariah Low Court Kuantan Pahang took the initiative against the arrears of the post-divorce fund by ordering each husband to be responsible for it to pay a living to someone else if he could not afford, either completely or partially. Besides, the court may make a living by ordering the husband to pay the living from the guarantees of all his possessions. The majority, the clerics agreed that the arrears would automatically become a husband's debt if he refused to give him to the wife, and the debt was not completed unless it was repaid or made by wives like debts in general. From the above exposure can be concluded that the husband will not be separated from the obligation to provide a living to the wife either in marriage or after divorce.


Keywords


Tunggakan Nafkah Isteri, Perceraian.

Full Text:

PDF

References


Abdurahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Abu Ja`far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (terj. Ahsan Askan), Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Adib Bisri dan Munawir al-Fatah, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, 1999.

Al-Nawawi, Imam Muhyiddin, Shahih Muslim, Juz XII, Beirut: Darul Ma`rifah li al-Thaba`ah wa al-Nasyar wa al-Tauzi`, 1999, Lihat juga: A. Hasan, Bulughul Maram, Jil. II, Bandung: CV. Diponegoro, 1985.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan), Jakarta: Kencana, 2006.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011.

Departemen Agama RI, Ilmu Fiqh, Jilid II, Jakarta: Ditjen Binbaga Islam, 1984/1985.

Kamal Mukhtar, Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. I, (Jakarta: Bula Bintang, 1794.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-III, 2002.

Khairizzman, Nafkah Isteri Dalam Persperktif Fikih: Tela`ah Terhadap Pendapat Jumhur Ulama dan Ibn Hazm, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Pemerintah Aceh, 2011.

Rusyadi dan Hafifi, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Knecana, 2010.

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 7, Alih Bahasa: Mohammad Thalib, Bandung: PT, Al-Ma`arif 1987.

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz 2, Kairo: Maktabah Dar al-uras, 1940.

Tim Pustaka Imam Adz-Dzahabi (editor), Buku ke Dua Terjemahan Bulughul Maram, Bekasitimur: Pustaka Imam Adz-Dzahabi, 2009.

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989.

Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang Keluarga Islam 2005, (Selangor: International Law Book Services, 2014) Kompilasi Hukum Islam, Pasal 80 ayat (4) tentang Kewajiban Suami.

www.pahang.jksm.gov.my, Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-index.php/korporat/bidang-kuasa. Pada tanggal 19 Jun 2019




DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jms.v20i2.6516

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2020 Media Syari'ah



Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial has been indexed by:

 

All papers published in Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial are licensed under a  Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.