HAKIKAT DAN TUJUAN PERNIKAHAN DI ERA PRA-ISLAM DAN AWAL ISLAM
DOI:
https://doi.org/10.22373/al-ijtimaiyyah.v8i1.11007Abstract
Abstract: Marriage is a sacred event experienced by a man and a woman. According to the marriage, there is inner and outer peace, but looking at the historical facts, especially in the pre-Islamic era, women did not get a favorable position at that time. Which is influenced by the socio-cultural society that adheres to a patriarchal system. So, that men monopolize all matters related to family matters. This results in inequality in social life. The existence of a marriage tradition rooted in the patriarchal system, resulted in the marriage being like a sale and purchase contract, where women became the object of merchandise. From the results of the study it was found that in the pre-Islamic era, the nature of marriage was something that was natural and cultural. Meanwhile, the purpose of marriage is only to obtain offspring and satisfy lust. As long as for the Islamic era, the nature of marriage is something that is instinctive and the law is regulated by religion. With the result that marriage is intended to worship, find happiness, produce offspring, and vent lust.
Keywords: Marriage; Pre-Islamic; Early Islam.
Abstrak: Pernikahan merupakan suatu peristiwa sakral yang dialami oleh pasangan pria dan wanita. Yang mana dengan adanya pernikahan tersebut, maka diperoleh ketenteraman lahir dan batin, Namun melihat fakta sejarah yang ada, terlebih di era pra Islam, maka perempuan tidaklah mendapatkan posisi yang menguntungkan kala itu. Yang mana hal tersebut terpengaruh oleh sosio kultural masyarakat yang menganut sistem patriarki. Sehingga pria memonopoli segala urusan terkait dengan masalah keluarga. Hal ini mengakibatkan adanya ketidaksetaraan di dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Adanya tradisi perkawinan yang mengakar pada sistem patriarki, mengakibatkan pernikahan tersebut tak ubahnya sebagai kontrak jual beli, di mana wanita menjadi obyek barang dagangan. Dari hasil penelitian didapati bahwa pada era pra-Islam, hakikat pernikahan adalah sesuatu yang sifatnya alamiah dan kultural. Sedangkan tujuan pernikahan hanya semata untuk memperoleh keturunan dan memuaskan syahwat. Adapun pada masa Islam, hakikat pernikahan adalah sesuatu yang sifatnya naluriah dan hukum yang diatur oleh agama. Sedangkan pernikahan ditujukan untuk beribadah, mendapatkan kebahagiaan, memperoleh keturunan, dan melampiaskan syahwat.
Kata Kunci: Pernikahan; Pra Islam; Awal Islam.
References
Charis, Waddy. 1987. Wanita dalam Sejarah Islam, Terj. Faruk Zabidi, Jakarta: Pustaka Jaya.
Feillard, Andree. 1999. Potensi Perubahan Relasi Gender di Lingkungan Umat Islam, Sebuah Proyeksi dan Pemaparan Data, Bandung: Mizan.
Fitrianti, Desi. 2017. “Harta Bersama dalam Perkawinan Poligami Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam.” Jurnal Intelektualita 06(01): 89.
Haif, Abu. 2016. “Hadis Sebagai Sumber Sejarah.” Jurnal Rihlah IV(1): 2.
Hamid, M. Abdul, Nur Fadhilah. 2006. “Undang-Undang Perkawinan dan Marginalisasi Perempuan.” Jurnal Egalita 1(1): 1.
Kohar, Abd. 2016. “Kedudukan dan Hikmah Mahar dalam Perkawinan.” Jurnal Asas 8(2): 42.
Lewis, Bernard. 1996. The Arabs in History. New York: Harper Colophon Books.
Mazaya, Viky. 2014. “Kesetaraan Gender dalam Perspektif Sejarah Islam.” Jurnal Sawwa 9(2): 329.
Nuroniyah, Wardah. 2019. “Perempuan Arabia dalam Lingkaran Perkawinan di Era Pra-Islam: Sebuah Kajian Sejarah Untuk Memahami Posisi Perempuan dalam Sistem Perkawinan Islam.” Jurnal Yinyang 14(2): 183-184.
Rahman, Zayad A. 2015 “Hukum Perkawinan Islam dalam Kuasa Pemilik Modal.” Jurnal Realita 13(2): 219.
Rohman, Holilur. 2016. “Batas Usia Ideal Pernikahan Perspektif Maqasid Shariah.” Journal of Islamic Studies and Humanities 1(1): 80.
Smith, W. Robertson, and Kinship. 1966. Marriage in Early Arabia. Netherlands: Anthropological Publications.
Sundari, Akhiriyati. 2017. “Rezim Seksualitas dan Agama: Sketsa Politik Tubuh Perempuan dalam Islam.” Jurnal Al-Maiyyah 10(2): 281.
Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina
Wahyudi, Muhamad Isna. 2014. “Menuju Hukum Perkawinan Islam Progresif.” Jurnal Hukum dan Peradilan 3(1): 64.
Wahyudi, Muhamad Isna. 2016. “Kajian Kritis Ketentuan Waktu Tunggu (Iddah) dalam RUU HMPA Bidang Perkawinan.” Jurnal Hukum dan Peradilan 5(1): 29.
Yafie, Ali. 1994. Menggagas Fiqh Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah, Bandung: Mizan.
Zamzami, Mohammad Subhan. 2018. “Tradisi Pernikahan Pada Bulan Syawal Di Madura: Kajian Living Hadith.” Jurnal Harmoni 17(1): 143.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish in Jurnal Al-Ijtimaiyyah agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0) that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work. (See The Effect of Open Acces)