The Existence of Gayo Adat Law in Resolving Cases in Kutacane, Southeast Aceh [Eksistensi Hukum Adat Gayo dalam Menyelesaikan Perkara di Kutacane Aceh Tenggara]
DOI:
https://doi.org/10.22373/legitimasi.v9i1.7327Keywords:
Integration, Islamic Law, Adat LawAbstract
Abstract: The Gayo community in Kutacane, Southeast Aceh Regency, does not apply Gayo customary law in resolving disputes. The Gayo community in Kutacane uses the customary law of Alas in resolving all disputes/cases in the community. There are four customary law criteria imposed on perpetrators of customary violators, namely: (1) Opat (four), (2) Waluh Eight, (3) Sixteen, and (4) Tige Due. The amount of this customary fine is following the conditions and agreements or decisions of the customary court. Thus, the existence of Gayo customary law in Kutacane, Southeast Aceh is not realized in the life of the Gayo community. However, the implementation of Kutacane customary law in resolving disputes/cases does not conflict with Islamic law, because the customary law integrates Islamic legal values, namely the principle of peace, the principle of forgiveness, and the principle of eliminating revenge. In addition, it is also following the concept of ta'zir punishment in the theory of Islamic criminal law. Ta'zir punishment is a punishment decided by the leader, to realize the benefit.
Abstrak: Masyarakat Gayo di Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara, tidak menerapkan hukum adat Gayo dalam menyelesaikan sengketa. Masyarakat suku Gayo di Kutacane menggunakan hukum adat Alas dalam menyelesaikan segala sengketa/perkara dalam masyarakat. Terdapat empat kriteria hukum adat yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggar adat, yaitu: (1) Opat (empat), (2) Waluh Delapan), (3) Enam Belas, dan (4)Tige Due. Besaran denda adat ini sesuai dengan kondisi dan kesepakatan atau keputusan peradilan adat. Dengan demikian, eksistensi hukum adat Gayo di Kutacane Aceh Tenggara tidak direalisasikan dalam kehidupan masyarakat Gayo. Namun demikian pelaksanaan hukum adat Kutacane dalam menyelesaikan sengketa/perkara, tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena dalam hukum adat tersebut terintegrasi nilai hukum Islam, yakni asas perdamaian, asas kemaafan, asas menghilangkan dendam. Di samping itu, juga sesuai dengan konsep hukuman ta’zir dalam teori hukum pidana Islam. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang diputuskan oleh pemimpin, untuk mewujudkan kemaslahatan.
References
Abdurrahman. “Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Adat” 50, no. 2 (2010). http://jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/view/6299.
Ali, M. D. Hukum Adat Gayo Penelitian Awal Hubungan Hukum Adat Dengan Hukum Islam Dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta, 1985.
Armiyadi. “Peran Lembaga Sarak Opat Dalam Menyelesaikan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),” 2018.
Arizona, Yance, “Kedudukan Peradilan Adat dalam Sistem Hukum Nasional”, Makalah disampaikan pada Diskusi tentang Memperkuat Peradilan Adat di Kalimantan Tengah untuk Penguatan Akses terhadap Keadilan, 11 Juni 2013.
Dkk, Rahmina. “Efektivitas Penerapan Sanksi Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Adat Gayo Di Aceh Tengah.” Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin 2, no. 3 (2019): 318–19.
Hasan, Ahmadi, “Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya Non Litigasi Menurut Peraturan Perundang-undangan”, Jurnal AL-BANJARI, Vo. 5, No. 9, Januari – Juni, 2007.
Husin, Taqwaddin. “Husin, Taqwaddin, “Penyelesaian Sengketa/Perselisihan Secara Adat Gampong Di Aceh.” Qanun Jurnal Ilmu Hukum 67 (2015).
Ibrahim, Iskandar. “Dinamika Pelaksanaan Syariat Islam Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.” In Kontekstulisasi Syariat Islam Di Nanggroe Aceh Darussalam, edited by Syahrizal Abbas. Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2004.
Ibrahim, S. Qanun Jinayah Syar‘Iyyah Dan Sistem Kehakiman Dalam Perundangan Islam Berdasarkan Qur’an Dan Hadits. Kuala Lumpur: Darul Ma‘rifah, 1996.
Juniarti, “Peran Strategis Peradilan Adat di Aceh dalam Memberikan Keadilan Bagi Perempuan dan Kaum Marjinal”, Makalah disampaikan pada Annual International Conference on Islamic Studies XII, Surabaya, 2012.
Mahdi. “Eksistensi Peradilan Adat Di Aceh” 8, no. 2 (2011).
Majelis Adat Aceh (MAA), Pedoman Peradilan Adat Aceh – Untuk Peradilan Adat Yang Adil dan Kompatibel, Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
Mahmud, I., and A. P. Syari’at Dan Adat Istiadat. Jilid I. Takengon: Maqamammahmuda, 2002.
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2015
Mulyadi, L. Eksistensi Hukum Pidana Adat Di Indonesia : Pengkajian Asas, Norma, Teori, Praktik Dan Prosedurnya. Jurnal Hukum Dan Peradilan, 2(2), 225–246. (2013)
Nurdin, Abidin. “Revitalisasi Kearifan Lokal Di Aceh: Peran Budaya Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat.” Journal Analisis XIII, no. 1 (2013).
Pemerintah Aceh, Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat Aceh, Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 19.
Pemerintah Aceh, Keputusan Bersama (SKB) antara Gubernur Aceh dengan Kepolisian Daerah Aceh dan Majelis Adat Aceh (MAA) melalui Nomor SKB sebagai berikut: 189/677/2011, 1054/MAA/XII/2011, B/121/I/2012 tentang Penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau nama lain di Aceh.
Salim, Arskal, “Pluralisme Hukum di Indonesia: Keberadaan Hukum Islam dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia”, HARMONI Jurnal Multikultural dan Multireligius, Volume VII, No. 28, Oktober – Desember, 2008.
Sasmita Jiwa Utama, Tody & Sandra Dini Febry Aristya, “Kajian tentang Relevansi Peradilan Adat terhadap Sistem Peradilan Perdata Indonesia”, Mimbar Hukum, Volume 27, Nomor 1, February, 2015.
Suhardi, Indra. “Perlindungan Keluarga Terpidana Hukuman Cambuk Dalam Qanun Aceh.” Media Syari’ah 21, no. 1 (2019): 1–24.
Suartha, I. D. Hukum dan Sanksi Adat : Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana. Malang: Setara Press, 2015
Sudrajat, Tedy, “Aspirasi Reformasi Hukum dan Penegakan Hukum Positif Melalui Media Hakim Perdamaian Desa”, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10 No 3 Desember 2010, halaman 291 – 300.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4633
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish in Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0) that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work. (See The Effect of Open Acces)